Rabu, 14 November 2012

Kematian Ibu Tinggi karena Persalinan di Rumah

KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia tinggi karena persalinan masih banyak dilakukan di rumah dan usia ibu melahirkan yang terlalu muda.
    
Oleh karena itu, kara Nafsiah Mboi di Jakarta, Senin (12/11/2012), Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2012 harus memberikan perhatian terhadap kesehatan ibu dan anak karena kedua indikator MDG's itu masih jauh dari target yang harus dicapai pada 2015.
    
"Negara kita besar sekali, jumlah ibu melahirkan juga terlalu banyak. Walaupun KB sudah ada kemajuan tapi masih kurang, masih terlalu banyak ibu-ibu yang melahirkan pada usia muda," kata Menkes pada peringatan Hari Kesehatan Nasional.

Penyebab utama kematian pada ibu melahirkan adalah perdarahan dan infeksi yang tidak tertolong karena banyak yang masih memilih untuk melahirkan di rumah, tidak di rumah sakit atau puskesmas.

"Perdarahan ini banyak terjadi pada ibu usia muda, 15-16 tahun sudah melahirkan. Kemudian biasanya di daerah yang cukup terpencil, jarak dari rumah ke puskesmas jauh," kata Menkes.

Di Indonesia data SDKI menyatakan AKB telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007) sementara AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007).

Meski telah mengalami penurunan yang cukup banyak, indikator AKB dan AKI dalam MDGs masih jauh dari target yang ditentukan dan harus dicapai pada 2015.

Pemerintah masih harus bekerja keras untuk mencapai target MDG's sesuai kesepakatan yaitu AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup pada 2015.

Nafsiah mengatakan Kementerian Kesehatan menjalin kerja sama dengan pihak lain seperti ormas dan dunia usaha untuk membantu pencapaian MDGs tersebut misalnya melalui tempat ibadah agar membujuk ibu melahirkan untuk pergi ke puskesmas.

"Ada ibu-ibu yang enggan ke puskesmas, ingin melahirkan di rumah. Ini belum terjangkau sehingga kadang-kadang pertolongan terlambat. Ini kenapa penting sekali melalui tempat ibadah untuk menyampaikan ke masyarakat agar tidak terlambat," ujarnya. 

Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti memaparkan pemerintah telah melakukan terobosan-terobosan untuk menurunkan AKI dan AKB seperti penerapan jaminan persalinan (Jampersal) maupun sistem penanggulangan kegawatdaruratan terpadu (SPGDT).

"Sekarang ada yang kita sebut sister hospital, dimana rumah sakit di daerah sulit seperti daerah terpencil atau perbatasan, dibantuk oleh sister hospitalnya di kota besar, dengan mengirim tim lengkap ke daerah-daerah yang angka kematian ibunya tinggi," kata Ghufron.

Sister hospital itu telah dilakukan oleh beberapa rumah sakit di kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Medan dan Makassar dan diharapkan Ghufron dapat juga dijalankan oleh rumah sakit-rumah sakit lainnya.

Atasi Kematian Ibu dan Bayi Lewat Berkebun

Hampir tak ada lahan tidur di Desa Bale, Kecamatan Galela Selatan, Halmahera Utara, Maluku Utara. Semua lahan dan halaman warga ditanami beragam jenis tanaman pangan dan sayuran. Hasilnya, tak ada lagi anak gizi buruk dan warga punya tabungan.

Tiga tahun lalu, kader pos- yandu Desa Bale, Domingas Uni Kotu (54), bersama tiga kader lain menanam jagung, ubi, kacang, dan mentimun di lahan seluas 2.500 meter persegi. Lokasi lahan berada di antara rumah warga.

Dalam waktu tiga bulan, tanaman dipanen. Hasilnya sekitar Rp 4 juta yang dibagi 45 persen untuk modal tanam berikutnya, 50 persen dibagi untuk empat kader posyandu yang bercocok tanam, sisanya 5 persen disumbangkan untuk sekolah minggu.

”Hasil dari tanaman bisa menutupi kebutuhan sehari-hari yang sering kali tidak bisa dicukupi dari hasil kopra,” ujar Domingas.

Harga kopra yang jadi penopang ekonomi mayoritas warga Halmahera Utara sering anjlok, terutama saat panen. Pendapatan dari kopra Domingas, misalnya, tidak pernah lebih dari Rp 2 juta. Padahal, kopra panen empat bulan sekali.

Menjelang akhir 2011, Domingas dan tiga kader posyandu lain memasukkan uang jatah mereka ke simpanan pendidikan anak di Credit Union Saro Nifero di Halmahera Utara.

Selain hasil penjualan tanaman ditabung, mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi anak. ”Kalau perlu sayuran, tinggal ambil di kebun. Tidak perlu pusing lagi,” ujar Domingas.

Lambat laun langkah para kader posyandu menarik warga lain. Di lahan tidur lain, bahkan di halaman rumah, warga menanam sayuran.

”Manfaatnya banyak, jadi saya ikut menanam, apalagi anak saya masih balita,” kata seorang warga, Oktofina Kurais (25).

Gerakan menanami lahan berkembang pula di Desa Katana, Kecamatan Tobelo Timur, Halmahera Utara. Tanaman seperti kangkung dan tomat banyak terlihat di halaman.

Atasi kurang gizi

Sebelum ada kebun, warga, termasuk ibu hamil dan anak balita, makan seadanya. Warga tak mampu membeli sayuran yang terhitung mahal. ”Makan nasi, ubi, atau pisang saja kadang ditambah ikan. Namun, sering tanpa sayuran,” kata kader posyandu di Katana, Asyatin Sanita Laluba (46).

Hal ini menyebabkan banyak bayi dan balita kekurangan gizi di Katana. Kekurangan gizi membuat ibu hamil dan anak rentan terkena penyakit dan bisa berakhir dengan kematian. Namun, sejak kebun rumah digalakkan, tak ada lagi anak kekurangan gizi.

Desa Bale dan Katana adalah dua dari 33 desa di tujuh kecamatan di Halmahera Utara yang menjadi desa binaan Wahana Visi Indonesia Halmahera Utara sejak 2008. Program pengembangan tanaman di halaman dan di lahan tidur dipilih karena banyak manfaatnya.

”Hasil tanaman bisa memperkuat ekonomi keluarga, memperkuat asupan gizi yang baik bagi keluarga,” ujar Manajer Wahana Visi Halmahera Utara Erni L Damanik.

Pengembangan tanaman seiring dengan sosialisasi kepada ibu hamil, bayi, dan balita terkait asupan gizi yang baik. Hal ini menjadi satu dalam program Pemberian Makanan untuk Bayi dan Anak Berbasis Masyarakat.

”Program ini penting karena kecenderungan masyarakat makan karbohidrat saja, seperti nasi, jagung, dan ubi. Tanpa menambah sayuran, buah atau lauk mengandung protein,” katanya.

Stop promosi susu

”Promosi susu formula di televisi, bahkan pemasaran sampai ke desa-desa, membuat orang lebih memilih susu formula daripada air susu ibu (ASI) karena mengira susu formula lebih bergizi. Padahal, itu justru berdampak negatif pada bayi,” kata Erni.

Sejak tahun lalu, Dinas Kesehatan Halmahera Utara melarang tenaga kesehatan mempromosikan susu formula dalam bentuk apa pun. Demikian kata Koordinator Pengembangan Masyarakat Wahana Visi Maluku Utara Melliana Layuk.

Ujung tombak dari program Wahana Visi adalah kader pos- yandu, bidan desa, dan puskesmas. Mereka sering diberi pelatihan, bahkan dengan mendatangkan tenaga ahli dari Jakarta.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Halmahera Utara Johana Aipipideli mengatakan, asupan gizi yang tidak baik, perilaku hidup tidak bersih, dan keterbatasan ekonomi menjadi penyebab kematian ibu, bayi, dan anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Halmahera Utara.

”Program Wahana Visi berkontribusi positif untuk mencegah kematian,” kata Johana.

Masalah lain adalah terbatasnya jumlah bidan desa di Halmahera Utara. Dari jumlah 196 desa di 17 kecamatan di Halmahera Utara, desa yang sudah ada bidan desa baru 135 desa. Itu pun tidak semua bidan menetap di desa. Banyak yang harus bekerja di puskesmas sepanjang waktu.

Hal ini membuat warga terpaksa pergi ke dukun desa, baik untuk membantu persalinan maupun mengobati anak sakit.

Kondisi geografis juga menghambat akses ke pelayanan kesehatan. Sebagai contoh di Kecamatan Loloda Utara dan Loloda Kepulauan. Wilayah itu hanya bisa dijangkau dengan perahu atau kapal. Di musim ombak, transportasi laut kerap tak bisa beroperasi.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan di Halmahera Utara untuk menekan AKI, AKB, dan AKBA. Namun, membangun kesadaran warga akan asupan gizi yang baik dari halaman rumah setidaknya menjadi langkah positif untuk mencegah kematian.

Kurang Gizi Sebabkan Anak Pendek

KOMPAS.com  Data studi mengenai status gizi anak usia 6 bulan sampai 12 tahun (SEANUTS) menunjukkan, prevalensi anak balita pendek tidak banyak berubah, yakni sekitar 34 persen. Besarnya angka anak balita pendek merupakan indikator masalah kurang gizi.

Angka tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan data Riskesdas 2010 yang menunjukkan angka 35,6 persen. Itu berarti, hampir separuh dari jumlah anak balita kita memiliki tinggi badan lebih pendek daripada seharusnya.

Berdasarkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbang Kementerian Kesehatan) pada 2010, tinggi badan anak laki-laki Indonesia pada umur 5 tahun rata-rata kurang 6,7 sentimeter dari tinggi yang seharusnya, sedangkan pada anak perempuan kurang 7,3 sentimeter. Anak umur 5 tahun seharusnya memiliki tinggi badan 110 sentimeter.

Tubuh pendek (stunting) terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga usia dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Sayangnya, masyarakat kita masih belum menyadari bahwa hal tersebut merupakan masalah serius. Stunting dapat berakibat fatal bagi produktivitas di masa dewasa. Hal ini seharusnya tidak diremehkan karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Untuk menurunkan angka anak balita stunting, diperlukan intervensi sejak kehamilan karena persoalan itu adalah sebuah siklus.

"Saat ini pemerintah fokus pada program 1000 hari pertama, yakni pemeliharaan gizi sejak kehamilan sampai bayi berusia dua tahun," kata dr Atmarita dari Balitbang Depkes dalam acara pemaparan hasil studi SEANUTS di Jakarta, Rabu (14/11/2012).

Ia menambahkan, syarat utama dari program 1.000 hari pertama itu adalah ketahanan pangan. "Kalau yang dimakan cukup, tentu gizi kurang bisa ditekan. Ini berarti terkait juga dengan faktor ekonomi, subsidi, dan sebagainya," imbuhnya.

Selain kebutuhan pangan, hal lain yang tak kalah penting adalah pemberian ASI eksklusif, makanan bergizi yang menjadi pendamping ASI, dan imunisasi.

Jumat, 09 November 2012

6 Anak Badak Jawa Terpantau Kamera

JAKARTA,KOMPAS.com - Rekaman kamera video jebakan periode 2012 di Taman Nasional Ujung Kulon menangkap keberadaan enam anak badak jawa. Muncul harapan peningkatan populasi spesies endemik paling terancam punah di Indonesia itu.

”Ini kabar menggembirakan. Paling tidak, ada enam anak badak jawa baru,” kata M Haryono, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), di Jakarta, Kamis (8/11/2012). Keenam anak badak jawa (Rhinoceros sondaicus) itu berusia 1-2 tahun, yang ditandai dari anakan yang mengikuti induknya menelusuri hutan.

Badak jawa dewasa bersifat soliter (penyendiri). Berpasangan ketika musim kawin tiba.

Haryono memastikan keenam anak badak itu berbeda individu dengan temuan lima anakan pada tahun 2011. ”Lima badak yang tampak pada monitoring 2011 juga terekam. Total ada 11 anak badak terlihat,” kata dia.

Identifikasi dilakukan dengan melihat bentuk cula, telinga, lipatan kulit badan, dan tekstur kulit pelipis. Video jebakan dipantau 6-8 bulan.

Kini, detail laporan ini masih didalami. Laporan akhir pemantauan akan dipublikasikan Desember 2012.

TNUK menggunakan 40 kamera jebakan yang diganti kartu perekam dan baterai sebulan sekali. Beberapa bulan lalu, Balai TNUK mendapat bantuan 120 kamera jebakan dari WWF-Indonesia. Namun, kamera ini baru akan dioperasikan tahun 2013 setelah ditetapkan titik pemasangannya.

Bawa konsekuensi

Direktur Program Kehutanan WWF Indonesia Anwar Purwoto mengatakan, peningkatan populasi badak jawa juga meningkatkan kebutuhan pakan dan areal. Di sisi lain, habitat badak terus terdesak tanaman invasif jenis palem-paleman, terutama jenis langkap (Arenga obtusifolia).

Pembersihan tanaman langkap di Ujung Kulon mendesak. Langkah ini bisa memulihkan keseimbangan ekosistem yang akhirnya menambah populasi tanaman pakan yang dibutuhkan badak.

Isu terakhir, badak jawa membutuhkan habitat kedua. Target 2015 pada Strategi Rencana Aksi Badak Indonesia 2007, terdapat dua habitat badak jawa dan satu suaka dengan populasi 70-80 individu. Tahun 2007, badak jawa di habitat aslinya diperkirakan berjumlah 50-60 ekor.

Anwar mengatakan, WWF-Indonesia telah mengkaji empat lokasi calon habitat baru. Empat lokasi itu Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun-Salak, Cagar Alam Sancang, dan Cikepuh. Mayoritas berada di Jawa Barat.

Butuh waktu 1-2 tahun untuk memastikan habitat kedua yang cocok. Persiapan panjang dan matang penting untuk meyakinkan lokasi itu menyediakan pakan, alam, dan kondisi yang mendukung kelangsungan hidup badak jawa.

Sebelumnya, ada rencana memagari sebagian kawasan TNUK untuk melindungi badak jawa.

Raksasa Purba Ditemukan di Dekat Kota Paris

PARIS, KOMPAS.com — Ilmuwan menemukan fosil gajah purba (mammoth) yang masih utuh. Fosil raksasa purba itu ditemukan di dekat kota Paris, Perancis, tepatnya wilayah Changis-Sur-Marne, daerah aliran sungai Marne.

Gajah purba yang ditemukan diperkirakan memiliki tinggi 2,74 meter dan gading yang lebih panjang. Menurut ilmuwan, raksasa yang kemudian dinamai Helmut itu mati saat usia 30 tahun, usia yang tergolong muda bagi gajah.

Arkeolog mengatakan, penemuan ini adalah salah satu penemuan arkeologi terbesar di abad 21. "Beberapa arkeolog telah menghabiskan waktu dalam hidupnya memimpikan penemuan seperti ini, tapi tak memiliki keberuntungan," Greg Bayle, arkeolog pimpinan studi ini.

Yang menarik, fosil raksasa ini ditemukan bersama pisau batu. Para arkeolog berpendapat, hal tersebut menunjukkan bahwa ada manusia, diduga golongan Neanderthals, yang memburu dan membunuh gajah purba itu untuk dimakan.

Stephen Pean, arkeolog lain yang terlibat dalam penemuan, seperti dikutip Daily Mail, Rabu (7/11/2012), mengatakan, "Pisau batu itu menunjukkan adanya manusia di sekitar mammoth. Dan, hal ini akan membantu kita memahami lebih baik tentang Neanderthals yang hidup sezaman denganmammoth."

Penggalian penemuan gajah purba tersebut dimulai pada Juli 2012 lalu. Penggalian relatif mudah dilakukan sebab fosil terkubur di tanah berpasir. Dalam 10 hari, fosil akan dibawa ke Natural History Museum di Paris. Arkeolog akan merekontruksi kembali fosil tersebut.